8 Juli 2013
Selamat Datang Rinbesi Hat :-)
Bagaimana aku tidak menyukainya? Di Desa Rinbesi Hat ini, aku bisa melihat bahwa savana berwarna hijau segar membentang sejauh mata memandang dikelilingi perbukitan kecoklatan yang menjulang indah. Memandangnya saja sudah membuat hatiku tentram. Saat kami pertama datang, Pulau Timor memang masih sering diguyur hujan sehingga savana masih berwarna kehijauan. Dan perbedaan dengan Desa Bakustulama adalah, jika disana kami harus berjalan sekitar 200 meter untuk menikmati padang savana, disini kami sudah akan bisa menikmatinya jika keluar dari pondokan.
Ane di sampng pondokan dengan latar savana & perbukitan Belu..
Sumber: dokumentasi pribadi
Kenampakan SD Halibesin di Desa Riinbesi Hat
Sumber: dokumentasi pribadi
Kenampakan SMP Rinbesi Hat, cuma begini aja gan bangunannya..
Sumber: dokumentasi pribadi
Selamat Datang Rinbesi Hat :-)
Setelah 2 hari di Desa Bakustulama, hari ini adalah kepindahan kami ke rumah kami yang sebenarnya selama 2 bulan ke depan yaitu Desa Rinbesi Hat. Kepindahan kami ini bersamaan dengan acara penerimaan mahasiswa/i KKN PPM UGM oleh Bapeda Belu, Kecamatan Tasifeto Barat dan Kepala Desa Rinbesi Hat sendiri yang kami belum pernah bertemu sebelumnya. Acara penerimaan ini berlangsung di Kantor Desa Rinbesi Hat.
Akhirnya truk Bapak Camat yang mengangkut kami bertiga puluh sampai juga di Kantor Desa Rinbesi Hat, balai desa yang akan dialihfungsikan menjadi pondokan kami. Dari pertama aku lihat desa ini, aku sudah punya perasaan bahwa 'aku menyukai desa ini!'
Ini dia gan kenampakan padang savananya, membuat siapapun yang memandangnya tentram...
Sumber: dokumentasi pribadi Ari Wijaya (tim KKN)
Ini dia gan kenampakan padang savananya, membuat siapapun yang memandangnya tentram...
Sumber: dokumentasi pribadi Ari Wijaya (tim KKN)
Bagaimana aku tidak menyukainya? Di Desa Rinbesi Hat ini, aku bisa melihat bahwa savana berwarna hijau segar membentang sejauh mata memandang dikelilingi perbukitan kecoklatan yang menjulang indah. Memandangnya saja sudah membuat hatiku tentram. Saat kami pertama datang, Pulau Timor memang masih sering diguyur hujan sehingga savana masih berwarna kehijauan. Dan perbedaan dengan Desa Bakustulama adalah, jika disana kami harus berjalan sekitar 200 meter untuk menikmati padang savana, disini kami sudah akan bisa menikmatinya jika keluar dari pondokan.
Ane di sampng pondokan dengan latar savana & perbukitan Belu..
Sumber: dokumentasi pribadi
Salah satu hal yang paling aku sukai lagi adalah karena desa ini terletak di pinggir jalan raya Trans Timor, sehingga memungkinkan untuk ada warung makan. Aku memang sering kelaparan nggak jelas sehingga jika ada warung itu akan membuatku tentram.
***
***
Rupanya kedatangan kami sudah disambut dengan banyak warga Desa Rinbesi Hat yang menebar senyum begitu kami turun dari truk. Aku memang sangat menyukai keramahan masyarakat Timor, dan hal inilah yang menyebabkan aku begitu sulit move on selepas KKN. Setelah bersalam-salaman singkat, kami pun mulai bersiap untuk acara penerimaan.
Acara penerimaan mahasiswa/i KKN PPM UGM berlangsung dengan lancar, saat itu aku bisa mengenal Wakil Bapeda yang bernama Bapak Valent, Bapak Camat Tasifeto Barat, Bapak Desa Rinbesi Hat yang super gaul, Bapak-Ibu dusun yang ada di Desa Rinbesi Hat, jajaran administrasi desa, dan lain-lain. Beberapa memberi kami wejangan singkat dan ucapan semoga KKN kali ini lancar dan sukses. Amiiin.
Seusai sambutan tersebut, acara dilanjutkan dengan makan. Ternyata disini kami dikenalkan dengan makanan khas Timor yaitu pisang goreng. Hmm, dari namanya memang sepertinya nggak asing yah. Tapi karena pisang goreng ini dimakannya menggunakan sambal masa bodoh! Sambal masa bodoh itu dibuat dari cabe rawit, teri, tomat dan bawang. Pisang goreng disini juga sebenarnya tidak digoreng tapi direbus, rasanya pun tawar. Aku baru tau cara makan pisang dengan sambal seperti itu disini, dan rasanya memang mantap disaat perut keroncongan.
***
Hari-hari awalku di Desa Rinbesi Hat bisa dikatakan berjalan dengan lancar, walau kebosanan masih sering melanda. Disini listrik beroperasi 24 jam walau yang menjadi permasalahan adalah air, karena kami harus menimba dan mengangkut air cukup jauh jika ingin mandi/buang air.
Hari-hari awal banyak kami isi dengan membicarakan program yang akan kami laksanakan dengan sesekali berdiskusi bersama Bapak Desa. Program yang kami laksanakan disini berasal dari kluster sains-teknologi, sosial-humaniora, kesehatan dan agronomi (terdiri dari pertanian, peternakan dan kedokteran hewan).
Di sela membicarakan program tersebut, kami juga mulai kenal dengan beberapa anak-anak yang sering main ke kantor desa dimana salah duanya termasuk Rinel dan Viga. Bersama mereka juga kami mengunjungi SD dan SMP yang ada di Rinbesi Hat. Jangan kira ada banyak ya sekolahnya, karena masing-masing hanya ada 1. Aku jadi berpikir, kalau di Jawa anak-anak SD aja berebutan untuk masuk satu SMP unggulan diantara puluhan SMP di kota mereka, disini bisa sekolah saja sudah bagus. Aku jadi sedih memikirkan hal ini.
Kenampakan SD Halibesin di Desa Riinbesi Hat
Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi
Melihat kondisi SMP yang hanya bangunan sederhana dengan 3 ruangan itu sedikit membuatku terenyuh. Pikiranku langsung berkelana ke SMP-SMP yang ada di Jawa, dimana sudah dilengkapi dengan fasilitas laboratorium, lapangan basket, perpustakaan, ruang tata usaha, ruang musik, dan lain-lain. Begitu besar ketimpangan yang ada. Mungkin memang benar jika selama ini aku melihat di televisi tentang kondisi sekolah-sekolah yang ada di perbatasan, itu bukan hanya isapan jempol. Dalam hati aku mempunyai tekad, jika nanti Tuhan memberiku rejeki berlebih, ingin sekali aku bisa membantu melakukan pembangunan pada SD maupun SMP disini.
***
Selain Rinel dan Viga, aku mulai banyak kenal anak yang lain karena setiap sore mereka mulai berdatangan ke kantor desa untuk sekedar bermain. Aku biasa bermain bola dengan mereka, dan karena melihat sedikit kelihaianku, mereka mulai sering memanggilku 'kakak Ronaldo' hihi, ada-ada aja.
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
No comments :
Post a Comment